Ramadhan dan Perilaku Religius

July 2, 2014
Artikel

ilustrasi-ramadhan-dan-perilaku-religiusRamadhan yang identik dengan “bulan puasa” selalu dinantikan oleh umat Islam di seluruh dunia. Dalam suasana yang segar dan damai di bulan suci Ramadhan 1435 Hijriyah/2014 ini kami mengajak seluruh umat Islam di Tanah Air untuk menghayati makna ibadah puasa sebagai benteng keimanan di tengah krisis ruhani yang melanda sebagian masyarakat di era teknologi informasi.

Meminjam ungkapan almarhum Buya Hamka; berbahagialah kita menjadi orang Islam yang dapat merasakan “kekayaan jiwa” yang tidak terpermanai melalui ibadah puasa. Ketua Umum MUI pertama itu menuturkan kesan perjalanannya ke Eropa (1976) yang menarik kita renungkan. “Orang Barat sekarang ada yang sudah bosan dengan peradabannya sendiri. Gereja-gereja kelihatan sepi. Mereka merasa tidak perlu lagi beribadah. Sudah mulai bosan melihat suasananya sendiri, mulai dari naik kapal terbang atau berhenti di Airport, di tempat pemberhentian-pemberhentian di Amsterdam, di London, atau dalam bus dan kereta bawah tanah, muka mereka tidak ada yang jernih, tidak ada hubungan satu diri dengan diri yang lain, nafsi-nafsi hidupnya. Mereka berjalan cepat-cepat, tidak menyapa satu sama lainnya, muka keruh saja, dan kalau membaca, baca sendiri, orang kanan kiri tidak peduli. Tidak ada Assalamu’alaikum wr.wb. – Wa’alaikumussalam wr.wb. Duduk seduduknya, berjalan seperjalanannya, masa bodo bergaya, yang dipikirkan cuma: money atau uang, sebab dengan uang banyak, bergaya hidup mewah. Untuk menjadi iktibar bagi kita. Di kala orang Barat sudah bosan dengan kebudayaannya sendiri, sementara kita yang berada di negeri Islam ini, ada juga yang bosan terhadap kebudayaannya sendiri. Ia mencoba dahulu menjadi orang Barat…” ujar Buya Hamka dalam kumpulan Khutbah Pilihan (cetakan 2005).

Ramadhan adalah kesempatan untuk mengoreksi jalan hidup muslim yang kerap berbelok saat dihadapkan dengan berbagai pilihan dan godaan duniawi. Dalam Al Quran perintah puasa (shaum) disebutkan hanya pada satu tempat, yaitu pada surat Al-Baqarah ayat 183. Ibadah shaum (puasa) bertujuan mengantarkan orang-orang yang beriman mencapai derajat muttaqin. Islam mewajibkan puasa dengan tujuan menjadikan manusia mencapai tingkat perkembangan spiritual yang paling tinggi.

Puasa adalah lembaga universal dalam semua syariat agama yang diwahyukan, sekalipun cara puasa dan motifnya berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam syariat Islam sebagai penutup dari semua agama wahyu, puasa diwajibkan sebulan Ramadhan, di bulan peringatan turunnya Al Quran. Puasa merefleksikan sikap hidup muslim dalam memenuhi panggilan Ilahi dan mematuhi pimpinan Rasul.

Selain membina disiplin spiritual dan moral, puasa mempunyai nilai sosial untuk membangkitkan kepedulian dan kepekaan orang kaya terhadap orang miskin. Sebagai bagian dari amaliah Ramadhan, umat Islam dianjurkan memperbanyak doa dan shalat sunnah (tarawih atau qiyamu ramadhan), tadarus Al Quran, dzikir, iktikaf di masjid sepuluh hari terakhir Ramadhan, dan beramal shaleh, seperti bersedekah, infak dan amal yang bermanfaat lainnya.

Pengendalian hawa nafsu akan mendorong tertanamnya perilaku religius, tidak saja di bulan Ramadhan, melainkan di seluruh perjalanan hidup manusia sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya. Menurut ahli sosiologi agama, meski penghayatan agama bersifat individual, tetapi realitas keagamaan merupakan persoalan sosial. Karena itu, syiar Ramadhan sebagai bulan latihan dan pendidikan beragama haruslah memberi kesan yang mendalam kepada semua kalangan umat Islam. Perilaku religius yang dipupuk di bulan Ramadhan harus ajeg dan bertahan pasca Ramadhan.

Imam Muhyidin Ibnul Arabi menyampaikan empat tingkah laku utama orang Islam menurut pandangan tasawuf dan barangsiapa yang mengumpulkannya, dia akan mencapai keistimewaan, yaitu ta’dhim hurumatil muslimin, memuliakan kemuliaan sesama umat Islam, hidmatul fuqara wal masakin, memelihara atau melayani fakir miskin, insafu min nafsihi, menyadari kekurangan diri atau mawas diri, dan tarku intishari laha, bertindak ikhlas. (Majalah Panji Masjarakat No 16 tahun 1960)

Seperti diketahui, umat Nabi Muhammad SAW tampil menjadi umat teladan dan bermutu di masa lampau. Di masa itu tidak ada ketimpangan antara potensi umat Islam dan peranan Islam di dunia. Kualitas umat terbentuk karena mereka mengamalkan Al Quran dan spirit Al Quran itu yang membentuk pribadi muslim. Perilaku religius benar-benar mewarnai kehidupan umat. Dewasa ini, umat Islam yang mayoritas di Indonesia adalah penentu kehidupan bangsa. Menurut kelakar almarhum Nurcholis Madjid, “kalau kita melempar batu ke pasar, pasti kena orang Islam”. Kelakar itu bisa dibalik juga, “bila kita melempar roti, pasti kena orang Islam.”

Perilaku religius dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Kita gembira dan bersyukur menyaksikan semarak Ramadhan di Tanah Air dan di negeri-negeri Islam lainnya. Islam tidak berhenti pada ajaran shalat, puasa, zakat dan haji saja sebagai jalan yang mendekatkan manusia kepada Allah SWT. Berbuat baik dan menolong sesama manusia adalah juga jalan yang mendekatkan manusia kepada Allah. Jalan ke Surga tidak dibatasi hanya di masjid, melainkan juga di tempat-tempat kumuh, di gubuk-gubuk derita kaum dhuafa, di sekolah-sekolah, di rumah-rumah sakit, dan di mana saja kita menemukan orang-orang yang dalam kesulitan, berlinang air mata dan menanggung beban penderitaan. Takwa seseorang akan diuji tatkala berinteraksi dengan realitas sosial maupun di dalam amar makruf nahi munkar. Dalam Islam nilai manusia ditentukan oleh amalnya, “Allah tidak memandang bentuk tubuh dan harta kekayaanmu, tetapi memandang hati dan amalmu.” (H.R. Muslim).

Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan menghayati maknanya.
Wallahu a’lam.

Oleh M. Fuad Nasar
Wakil Sekretaris BAZNAS

Bagikan artikel ini

Open chat
Assalamualaikum
Assalamualaikum
apa yang bisa kami lakukan untuk anda?