PEKAN lalu adalah pekan yang sangat spesial bagi dunia ekonomi syariah nasional. Paling tidak, ada tiga alasan mengapa pekan lalu tersebut menjadi sangat spesial. Pertama, karena telah ditandatanganinya MoU antara Bank Indonesia (BI) dengan Islamic Development Bank (IDB) terkait dengan kegiatan penguatan sistem zakat dan capacity building pada tanggal 3 November lalu. Kedua, karena pertemuan kedua IWGZCP (International Working Group on Zakat Core Principles) pada tanggal 4 November telah berhasil mendiskusikan dan meningkatkan kualitas naskah akademik penyusunan standar pengelolaan zakat dunia.
Ketiga, keseluruhan rangkaian kegiatan ISEF (International Shariah Economic Festival) 3-9 November 2014, termasuk kegiatan pertemuan para gubernur bank sentral negara-negara anggota OKI dan OIC experts group meeting, telah menunjukkan kesiapan bangsa Indonesia sebagai kiblat baru perekonomian syariah dunia. Dengan potensinya yang besar, serta jangkauan (outreach) yang sangat luas, Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadipemimpin ekonomi syariah dunia, dengan syarat semakin kuatnya dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap institusi ekonomi dan keuangan syariah yang ada.
Bagi dunia zakat nasional, penandatanganan MoU BI dan IDB serta kegiatan IWG-ZCP memiliki dua arti penting. Pertama, semakin intensifnya keterlibatan BI dan IDB untuk mendorong sektor zakat agar bisa semakin berkembang. Sinergi antara otoritas moneter, lembaga multilateral keuangan syariah, dengan BAZNAS dan otoritas zakat lainnya, menunjukkan bahwa sektor zakat telah menjadi sektor strategis yang perlu mendapat dukungan semua pihak. Zakat tidak bisa lagi dibiarkan untuk dikelola secara asal-asalan, apalagi dengan manajemen seadanya, melainkan harus dikelola secara profesional, amanah, bertanggung jawab dan transparan.
Kedua, semakin diakuinya peran BAZNAS dalam kancah global, sehingga membuat posisi perzakatan nasional menjadi semakin positif di mata dunia internasional. BAZNAS diharapkan dapat mendorong penguatan koordinasi dan kerjasama antar otoritas zakat negara-negara anggota OKI, serta lembaga-lembaga zakat yang berada di negara-negara minoritas muslim. Sejumlah poin penting dalam dokumen Zakat Core Principles menunjukkan bahwa dunia perzakatan internasional ingin agar peran zakat dalam pembangunan menjadi semakin penting dan signifikan.
Poin-poin tersebut antara lain terkait dengan upaya untuk meningkatkan kualitas program zakat, baik dari sisi penghimpunan maupun penyaluran,asas-asas yang perlu dipatuhi, serta bagaimana mekanisme pertanggungjawaban yang tepat dan efektif. Juga dibahas sejumlah hal terkait dengan kerangka regulasi yang diharapkan dapat memberikan stimulus yang positif terhadap kemajuan pengelolaan zakat, serta mampu mendorong adanya ‘cross-sector and cross-border cooperation’. ‘Cross sector’ berarti lintas sektoral dalam ekonomi syariah, dan ‘crossborder’ berarti penguatan kerjasama zakat lintas negara, baik dalam konteks hubungan bilateral maupun hubungan multilateral.
Keterlibatan BI ini merupakan bagian yang paling menarik karena banyak pertanyaan terkait dengan hal ini. Jawabannya sangat sederhana, yaitu karena BI memandang zakat, dan juga wakaf serta keuangan mikro syariah, sebagai sektor strategis yang berpotensi untuk meningkatkan output perekonomian nasional melalui peningkatan production base Indonesia sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan. Ini terjadi ketika dana zakat dapat digunakan secara efektif dan produktif untuk mengangkat perekonomian 28 juta rakyat miskin, serta 76 juta rakyat yang rentan terhadap kemiskinan, sehingga mereka mampu menghasilkan barang dan jasa yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan.
Dengan mandat BI untuk mengembangkan kebijakan makroprudensial, yang memiliki fokus pada stabilitas output perekonomian dan sistem keuangan, maka segala instrumen yang dianggap memiliki peran yang strategis, harus dapat dikelola dengan baik dan BI berkewajiban untuk ikut mendorong pengembangan instrumen tersebut. Inilah yang melandasi komitmen BI untuk mem-back up BAZNAS agar pengelolaan zakat bisa berkembang dan mencapai target yang diharapkan. Dari persepktif BAZNAS, kerjasama ini menjadi bukti bahwa harmonisasi kegiatan antar otoritas dan minimisasi ego sektoral, dapat dilakukan dengan baik. Hal ini dikarenakan oleh baiknya tujuan BI dan BAZNAS yang ingin mensejahterakan masyarakat dan menciptakan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga negeri kita bisa menjadi kiblat baru zakat dan ekonomi syariah dunia.
Wallahu a’lam.