Zakat dan Komite Nasional Ekonomi Syariah

February 2, 2015
Artikel

zakat-dan-ekonomi-syariahSalah satu rekomendasi dari IFAAS, lembaga konsultan yang berpusat di Inggris, kepada pemerintah Indonesia adalah pembentukan Komite Nasional Ekonomi Syariah (National Islamic Economic Committee – NIEC) yang nantinya akan dipimpin langsung oleh Wakil Presiden RI. Komite ini diharapkan dapat memberikan arah bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, agar seluruh sektor dalam ekonomi dan keuangan syariah ini dapat terintegrasi dan terkoneksi satu dengan yang lain.

Secara teori, perekonomian syariah akan berkembang ketika tiga pilar yang menopangnya ikut berkembang. Berdasarkan QS 275-276, ada tiga pilar sektor yang harus dibangun jika ingin perekonomian syariah ini semakin kuat dan berkembang. Ketiganya adalah sektor riil, sektor keuangan dan sektor ZISWAF (zakatinfaksedekah dan wakaf). Ketimpangan salah satu dari ketiga sektor tersebut hanya akan menghambat perkembangan ekonomi syariah secara keseluruhan.

Untuk itu, penulis berharap agar keberadaan komite ini nantinya dapat menjembatani ketiga sektor yang ada, sehingga perekonomian syariah di tanah air menjadi semakin kuat. Paling tidak, ada empat hal yang harus diperhatikan agar keberadaan NIEC ini dapat berjalan optimal.

Pertama, dasar hukum keberadaan komite ini. Ini adalah hal yang sangat fundamental karena akan menentukan peran komite ini ke depan. Kalaupun belum ada UU yang terkait dengan lembaga ini, dan apabila diproses RUU-nya pun akan memakan waktu yang lama, maka paling tidak keberadaan institusi ini dapat diatur sekurang-kurangnya oleh Peraturan Presiden (Perpres). Ini sangat penting agar produk-produk kebijakan dan keputusan komite ini dapat mengikat institusi pemerintahan yang lain.

Kedua, komite ini harus memiliki visi yang jelas terkait dengan pengembangan ekonomi syariah ke depan. Selain dokumen road map yang disusun IFAAAS, rencana strategis sejumlah otoritas terkait ekonomi syariah, seperti OJK, Bank Indonesia, BAZNAS dan Badan Wakaf Indonesia harus diakomodasi, disinkronkan dan disinergikan sehingga semua instrumen ekonomi syariah dapat berjalan dengan baik. Komite ini pun harus memiliki fokus yang seimbang dan proporsional dalam mengembangkan tiga sektor perekonomian syariah. Jangan hanya fokus pada satu atau dua sektor dan mengabaikan sisanya.

Dalam konteks inilah, maka visi pengembangan sektor riil syariah dan ZISWAF harus diperkuat. Jadi bukan hanya pada sektor keuangan syariah yang memang sudah lebih baik. Hal ini dikarenakan oleh potensi kedua sektor ini yang sangat besar. Sektor riil adalah ujung tombak perekonomian karena sektor inilah yang bertugas menyerap angkatan kerja dan meningkatkan daya saing produk dan pasar Indonesia.

Adapun zakat, merupakan instrumen yang bertugas menciptakan keadilan distribusi, pemerataan pembangunan, dan sekaligus menjadi alat pemberdayaan sosial ekonomi kelompok miskin serta kelompok termarjinalkan lainnya. Target nasional penghimpunan zakat yang telah ditetapkan BAZNAS, yaitu Rp 4,2 trilyun pada 2015 dan menembus angka Rp 10 trilyun di tahun 2019, harus dapat diakselerasi pencapaiannya oleh komite ini nantinya. Komite ini juga diharapkan dapat mengeliminasi semua barrier (penghambat) yang menghalangi upaya optimalisasi potensi zakat.

Sebagai contoh, ketika Inpres No 3/2014 memerintahkan semua institusi negara, baik di pusat maupun daerah, termasuk BUMN dan BUMD, untuk menyalurkan zakat melalui BAZNAS Pusat dan Daerah, maka komite punya tugas untuk memastikan Inpres ini tereksekusi dengan baik di lapangan. Ini juga sekaligus menjadi ujian apakah Inpres ini memiliki “taring” yang tajam atau tidak.

Ketiga, terkait dengan kewenangan eksekusi. Keberadaan komite ini jangan hanya sebatas hal-hal yang bersifat seremonial, namun juga harus memiliki kewenangan eksekusi yang efektif. Fungsi komite ini bukan hanya sekedar bersifat advisory semata, namun juga berhak melakukan langkah-langkah riil yang prakteknya bisa didelegasikan pada instansi terkait, seperti kementerian dan dinas-dinas terkait di pemerintah daerah.

Keempat, terkait keanggotaan. Di samping dipimpin oleh Wapres dan beranggotakan para pejabat terkait, seperti Menteri Keuangan, Ketua OJK dan Gubernur BI, komite ini juga sebaiknya merekrut anggota dari unsur tokoh ekonomi syariah yang memiliki integritas dan pengalaman yang mumpuni. Tujuannya agar komite ini bisa semakin efektif dalam menyerap aspirasi industri dan para pemangku kepentingan ekonomi syariah lainnya.

Wallaahu a’lam.

Irfan Syauqi Beik
Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB

Sumber : pusat.baznas.go.id

Bagikan artikel ini

Open chat
Assalamualaikum
Assalamualaikum
apa yang bisa kami lakukan untuk anda?